Karya: Agus Ardiansyah
NPM: 2007112032
Naskah drama.
Para Tokoh:
1.Apung, seorang anak berusia 10 Tahun.
2.Sariman, seorang bapak, nelayan.
3.Sumirah, istri Sariman.
Setting :
Di pesisir pantai, rumah panggung terbuat dari bambu dan kayu.
Suara :
Suara debur ombak ,angin, dan suara burung.
Musik:
Sayup-sayup suara seruling, jimbe, petikan gitar.
Suara ombak dan suara burung. Ruangan hanya diterangi oleh lampu teplok. Kemudian lampu warna hijau menyala redup dan kemudian setegah teran menyoroti asal tokoh keluar.
Sariman: Pung…. Bapak pulang. Bangunkan ibumu, ini baru pukul 10 malam. Suruh dia membuatkan aku kopi. Dan suruh dia membersihkan ikan ini.
Jangan sampai pohon kelapa ini mengarah ke daratan.
(sariman menaiki tangga rumah dan duduk di atas kursi)
Sumirah: Baru pulang…. Lupa ingatan lagi?
Sudah kau bayar hutangmu?
Tak usah diam, gunakan lidahmu.
(sumirah masuk ke dalam ruangan dengan membawa satu cangkir kopi)
Sariman: Dari mana aku mendapatkan uang untuk membayar hutang. Di laut gelombang masih tinggi. Sekeranjang ikanpun aku tak dapat.
Di mana anakmu?
Sumirah: Anakmu melihat jala ikan di balik karang.
Sariman: Kau bilang dia anakku?
Dia anakmu, bikan anakku. Aku telah ditakdirkan tidak punya anak denganmu.
Sial sekali diriku, tidak punya anak tapi harus menghidupi orang yang bukan anakku.
Sumirah: Sadarlah pak, dulu kamu yang menyuruhku untuk mengambil Apung dari laut. Sekarang Apung sudah besar dan sudah bisa bekerja sendiri malah kau membencinya.
Sariman: Sudah lah bu. Aku tidak mau berdebat dengan peremuan gabuk sepertimu.
Sekarang buang saja anak mu itu atau kau juga ikut pergi dari rumah ini.
Sumirah: Apa kau sadar dengan ucapanmu ini pak? Sudah ketiga kalinya kau berkata seperti ini denganku.
Baik….baik! aku akan enyah dari rumahmu ini.
(Sariman pergi meninggalkan rumah)
Sudah lama Apung mendengarkan perkataan kedua orang tua angkatnya dari bawah rumah.
Kemudian Apung daik ke dalam rumah.
Apung: Assaalamualaikum…
Sumirah: waalikumsalam.
Sudah pulang kamu nak? Bagaimana hasil menjala ikan hari ini?
Kenapa kau kelihatan lelah sekali Apung anakku?
Apung masuk dan mengabil lampu temlok dan meletakkan di atas meja. Kemudian duduk di kusi samping ibunya.
Apung: Bu aku ini siapa?
Kenapa namaku Apung, apa benar aku bukan anakmu bu, apa aku ini buah kasihan kalian saat aku terapung dan terbuang di lautan?
Sumirah: Siapa yang bilang seperti itu anakku, kamu ini anakku. Anak kesayanganku. Hanya orang gila yang mengatakan kamu bukan anakku.
Apung: Tadai aku mendengar perkataan ibu dengan bapak.
Sumirah: Kau mendengar semuanya nak?
Apung: Iya bu, sekarang aku tahu siapa diriku yang sebenarnya dan kenapa ibu memberiku nama Apung.
Sumirah: Sudahlah nak, tak usah kau dengarkan perkataan bapakmu. Bapakmu lagi kumat. Kalau iblis datang merasuki jiwa ayahmu, memang dia selalu seperti itu.
Apung terdiam, lampu kuning menyala menyinari ruangan dengan diiringi suara ombak dan gelombang air laut.
Kemudian Apung beranjak berlari keluar dari rumah.
Dari atas rumah bu Sumirah menyaksikan kepergian Apung.
Sumirah: Apung kau mau kemana? Hari sudah larut malam nak. Tidurlah dirumah anakku.
Apung: Aku akan pergi ke karang bu, aku akan melihat matahari lahir dari perut dunia ini. Aku ingin tahu siapa sebenarnya diriku ini bu.
Sumirah: Apung, ini ibumu.
Apung pergi dan sosoknya hilang ditelan kegelapan
Lampu kuning redup dan berganti dengan cahaya terang.
Tokoh Sariman berada di bawah rumah sedang memperbaiki jarring.
Sumirah: Pak, kau lihat Apung? Tadi malam dia pergi. Tapi sekarang belum juga pulang.
Sariman: Aku tak peduli dengan anak itu. Mau sekarat…. Mau mati dan menjadi bangkai yang dikerubuti belatungpun aku tak perduli. Lebih baik dia seperti itu saja. Kerjanya hanya menyusahkanku saja. Sudah berapa kali perahuku akan tenggelam, sudah berapa kali dia menghancurkan jala dan jaringku, sudah berapa kali dia merusakkan mesin perahuku. Memang bajingan anak itu….
Kalau saja aku punya anak darimu, pasti aku tidak akan menderita dan merugi seperti ini.
Dan apa yang bisa kau berikan kepadaku perempuan gabuk?
Hanya kepergianmu menjadi TKI itu yang kau banggakan, yang bisa ku lakukan hanya bergerak maju mundur saat aku berhadapan dengan selangkangan para perempuan yang sama gabukknya dengan dirimu.
Sumirah: Sudah cukup pak, sudah terlalu sabar aku menghadapi tabiat bejatmu ini. Tapi aku selalu berharap agar kau bisa sadar. Tapi nyatanya apa, dirimu telah dikuasai iblis, iblis pak, iblissss.!
Sumirah meninggalkan panggung, di dalam panggung hanya ada Sariman.
Lampu hijau dan kuning menyala. Dan kemudian terdengar teriakan Apung memangil ibunya.
Apung: Ibu…..ibu…. aku pulang bu.
Sariman: Hoiii… anak haram.dasar tak kenal sopan.
Tak perlu kau teriak-teriak seperti itu, ibumu juga mendengar.
Apung masuk kedalam rumah. Dan Sariman pergi dari panggung
Lapu teplok yang menyala dengan disoroti lampu berwarna hijau dari sudut depan panggung.
Suara ombak dan suara burung malam terdengar samar-samar.
Apung dan bu Sumirah duduk di dalam rumah.
Apung: Bu aku sudah tidak kuat lagi berada di rumah yang seperti neraka ini bu.
Aku ingin pergi bu, aku kenal dengan seseorang yang tinggal di pulau kecil tempat orang-orang memuja itu.
Sumirah: Dia berkata apa dan bagaimana kau bisa mengenalnya.
Apung: Dia tidak bicara apa-apa bu, dia hanya berkata kalau aku ini anaknya. Aku bertemu dia saat aku menebar jala di dekat karang.
Sumirah: Benar nak, itu ayahmu. Ternyata dia akan menepati janjinya.
Sekarang sudah saatnya kau tau siapa orangtuamu yang sebenarnya anakku.
Orang yang kau temui itu adalah ayah kandungmu dan aku adalah ibu kandungmu.
Apung: Jadi aku bukan anak pungut yang ibu ambil saat aku terapung di lautan?
Sumirah: Bukan anakku, nanti ibu kisahkan. Sekarang siapkan bekalmu, esok pagi kita pergi.
Apung: Baik bu.
Kemudian Sariman berteriak dari bawah rumah.
Sariman: Ternyata seperti ini perangaimu. Begitu rapi kau kemas dusta aib ini. Hingga aku buta dengan segalanya. Sekarang aku baru tahu, dirimu lebih bejat dari perempuan-perempuan yang sepat aku gagahi. Ternyata kau begitu mudah untuk digagahi orang.
Dasar perempuan sundel.
Tangan Sariman pendarat keras di pipi Sumirah.
Sumirah: Apung anakku pergilah kau ke pantai, siapkan perahu. Jika ibu tidak datang hingga air pasang dan menengelamkan dengkulmu, pergilah. Sampaikan kepada ayahmu untuk melaksanakan semua permintaan ibu dulu.
Apung: Tapi bu…
Sumirah: Pergilah nak…. Ibu akan baik-baik saja.
Dari bawah rumah Apung terus saja melihat ke arah rumahnya.
Apung: Ibu aku tunggu di pantai hingga air laut pasang.
Lampu kuning menyala redup mengarah kepada Apung. Apung meninggalkan Panggung.
Sumirah: Sekarang apa yang ingin kau lakukan?
Ingin mengusirku dan memaki aku dengan sebutan gabuk seperti apa yang kau ucapkan selama ini kepadaku.
Siapa di sini yang tidak bisa memberikan keturunan, aku apa kau. Semuanya sudah jelas terbukti.
Jadi, tak perlu kau sombong antek-antek iblis!
Sariman: Apa yang kau bicarakan perempuan jalang. Aku manusia perkasa, tidak mungkin aku gabuk.
Sumirah: Bukti berpihak kepadaku. Sekarang aku tidak sudi lagi hidup denganmu. Aku akan pergi dan meninggalkan neraka ini.
Sariman tertawa terbahak-bahak dan menghunuskan parang yang terselip di pinggangnya.
Sariman: haaaa….. haaa….haaa….! beristirahatlah dengan tenag perempuan jalang.
Setelah menghunuskan parangnya ke tubuh Sumirah, Sariman duduk di kursi sambil tertawa dan kemudian menangis.
Sariman: Apa yang telah aku lakukan, apa aku ini iblis. Benar aku ini iblis.
Lampu merah dan kuning menyala terang…
Lampu mengarah ke ruangan rumah.
Sariman tertunduk dan kemudian menegadah menatap ke langit-langit.
Sariman: memang ini jalanku.
Dengan kuat Sariman menancapkan parangnya ke perutnya sendiri.
Suara gemuruh gelombang dan angin terdengar keras dan kemudian hilang diiringgi padamnya semua lampu.
SELESAI
Senin, 28 Juni 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar