Senin, 28 Juni 2010

Menjual Mimpi

KARYA: Mitra

Raja siang mulai memancarkan cahayanya di langit yang berawan, sinar putih yang permai menerangi sejagat alam. Dan burung-burung bertebaran seraya mencari suatu kegiatan biasanya. Pada pagi itu terasa letih seluruh tubuh, seakan-akan pekerja keras banting tulang. Tubuhku terbaring diatas kasur yang empuk sehingga diriku teramat nyaman dalam dekapan bantal, namun pagi itu aku terbangun dengan raut wajah yang heran dan terpaku, ya karena aku merasakan hal yang aneh lagi. Sudah ketiga kalinya aku bermimpi dengan hal yang sama, aku bingung mengartikan sebuah mimpi yang tak jelas maksudnya, sehingga kerap kali aku hanya terdiam mengartikan semuanya.
Tiba-tiba suara bunda membangunkan lamunanku!!!
“Guen…bangun nak sudah pagi, katanya mau ke FLP??.” sapa bunda guen yang pada pagi itu bergegas menyiapkan makanan.
“Iya bunda, ne sudah bangun!!.” Guen bergegas turun dari ranjangnya dan menuju kamar mandi.
Guen anak yang culun mengenakan kacamata tebal, berwatak polos, belum pernah pacaran tetapi guen anak yang baik, apabila ada seseorang yang memerlukan pertolongan maka ia akan membantunya sesuai dengan kemampuannya, selain itu ia sangat sopan, penurut dan seorang wanita yang usianya sudah dewasa tetapi ia tak pernah menjadi seorang wanita modern yang biasa mengenal pergaulan. Ia sesosok wanita yang pendiam dan hanya mempunyai satu sahabat karib dari SMP hingga ia telah selesai kuliah yaitu Sheril.
Guen mendekati bunda dan ayahnya yang berada diruang makan lalu menyapanya.
“Pagi ayah, pagi bunda…!!!.”
“Ayo sarapan dulu, nanti berangkat barengan ayah.”
“Iya bunda.”
Pagi itu guen terasa tidak nafsu makan, tetapi karena bundanya sudah menghidangkannya guen mau tidah mau harus menghargai bundanya. Di benah guen hanya selembar dek-dekan yang tersimpan karena guen dipanggil oleh salah satu pemimpin redaksi FLP yang perihalnya tidak diketahui guen. Dua minggu yang lalu guen mengirim satu karya ilmiah dan satu buah artikel. Tetapi belum ada panggilan dan sekarang baru dipanggil. Akhirnya nasi goreng yang dihidangkan oleh bundanya tidak terasa telah habis, dan akhirnya guen beserta ayahnya berangkat ke tempat tujuan masing-masing.
“Bunda guen berangkat ya.” sambil mencium tangan bundanya.
“Ia hati-hati, ayah jangan ngebut-ngebut.” bundanya pun mengecup kening anaknya.
“Ayah pergi juga ya bun.”
“Ia.” bunda mendekati ayah untuk menyalaminya.
Setiba di FLP Guen mendapat telepon dari sahabat karibnya.
“Assalamualaikum, guen lagi dimana?” tanya Sheril.
“Sher, aku lagi di FLP.” Jawab Guen
“Ooo ngapain disana?.”
“Enggak tau ne, aku dipanggil oleh redaksi FLP.”
“Ya udah kalau gitu, good luck ya guen.”
“Iya sher.”
Guen pun memasuki gedung yang mega itu dan seperti biasa ketika ia gugup pasti kacamatanya turun tanpa disadari dan guen pun membenari kacamatanya. Setiba dipintu masuk guen pun bertanya kepada karyawan yang berada didekat areal tersebut.
“Pagi mbak ruang Bu Rita dimana?”
“Maaf ada keperluan apa anda menemui beliau?”
“Saya dapat telepon dari pemimpin redaksi bawasannya saya disuruh menemui beliau.”
“Oh, anda naik lip lantai tiga lalu belok kekiri disana ruang bu Rita.”
“Terima kasih ya mbak.”
“Ia sama-sama.”
Guen pun tancap gas naik ke lantai tiga, ia berharap karya ilmiah dan artikelnya dapat diterima dengan baik, karena dari kecil ia suka dengan dunia menulis dan membaca, baginya sehari tanpa membaca dan menulis tiada lengkap kehidupannya. Guen bercita-cita menjadi seorang penulis yang handal ia ingin membahagiakan orang tuanya dengan hasil ia sendiri. Dulu waktu di bangku SMP, SMA dan Perguruan Tinggi ia dikucilkan oleh banyak orang, tak ada seorang pun yang mau menjadi teman dekatnya terlebih lagi laki-laki, hanya Sherillah yang menjadi teman Guen hingga sekarang, permasalahannya adalah wajah guen yang kusam, dan penampilannya yang seperti makhluk planet mars ditambah kacamata yang tebalnya tak terkirakan, sebenarnya kesalahan guen hanya satu ia tak dapat menghiasi diri selayaknya anak yang tumbuh dewasa, ia lebih cenderung berpenampilan apa adanya. Tiba-tiba lip menuju lantai tiga pun telah sampai, guen pun melangkah ke ruangan bu Rita.
“Assalamualaikum, permisi apakah saya boleh masuk?” tanya guen yang terasa dek-dekan luar biasa.
“Iya masuk saja.” Jawab bu Rita.
Guen pun melangkah dengan hati-hati kerana ia memakai sepatu khaik kill, dan bu Rita mempersilahkan guen untuk duduk dihadapannya. Bu Rita langsung to do point mengenai panggilan terhadap guen.
“Nama kamu siapa?” tanya bu Rita pada guen sambil membaca seberkas karya guen.
“Guen bu.” Ujar guen dengan nada yang gemetar.
Melihat Guen yang tampak gemetar bu Rita mempersilahkan guen untuk minum segelas air putih yang telah disediakan OB.
“Santai aja jangan terlalu kaku, ini pertemuan biasa kok, dan saya enggak makan kamu.” Ujar bu Rita pada guen yang pada saat itu sudah melihat cara penampilan guen.
“Ia bu maaf.” Jawab guen yang berusaha untuk PD menghadapi pertanyaan demi pertanyaan dari bu Rita.
“Okey, saya memanggil kamu karena saya tertarik dengan hasil karya kamu, apakah sebelumnya kamu pernah bekerja disuatu bidang jurnalistik?” tanya bu Rita.
“Saya tidak pernah bekerja di suatu bidang jurnalistik, tetapi saya sering mengirim karya saya dibeberapa media.”
“Okey kalau gitu, tolong buatkan saya satu artikel dan berikan kepada saya, saya tunggu tanggal 10 Juni pukul 11 di ruangan saya.”
“Iya bu.”
Guen pun keluar dari ruangan itu dengan raut wajah yang begitu legah, ia mulai berpikir harus mengangkat permasalahan apa yang akan dibahas. Ia keluar dari gedung itu dan menunggu bus untuk ke rumah Sheril sahabat karibnya. Akhirnya Guen pun sampai juga di rumah Sheril, setiba disana ia menceritakan kepada Sheril tujuannya ke FLP. Mendengar semua cerita dari Guen Sheril sangat mendukung bakat yang dimiliki oleh Guen, dan rencananya Sheril akan bantu Guen dalam memilih masalah artikel. Mereka berdua memang sahabat karib, tak pernah Guen dan Sheril merasakan kesendirian karena ketika salah satu diantara mereka ada yang sedih maka salah satunya akan menghibur dan membantu.
Keesokan paginya Guen mulai mengerjakan artikel tersebut dan dalam waktu tiga hari guen menyelesaikan artikelnya. Besok Guen akan ke FLP untuk mengantarkan artikelnya kepada bu Rita, semalaman Guen berdoa semoga bu Rita tertarik dengan karyanya ini. Dan keesokan paginya Guen diantar oleh Sheril menuju FLP, Sheril tak dapat menemani Guen karena Sheril bekerja sebagai guru honor disalah satu Sekolah Dasar. Sheril hanya berdoa semoga temannya ini mendapatkan yang ia inginkan.
Setiba di ruangan bu Rita, Guen tampak dek-dekan lagi dan yang ini begitu kencang, Guen berdoa semoga dek-dekannya ini hilang dan berubah menjadi ketenangan dan kepercayaan diri. Bu Rita pun cukup lama membaca artikel dari Guen dan ada beberapa pertanyaan yang diajukan bu Rita pada Guen, dan akhirnya bu Rita pun sangat tertarik dengan artikel Guen, sehingga pada saat itulah Guen ditawar untuk menjadi salah satu karyawan dalam pembuatan artikel pada majalah remaja. Selain Guen bekerja sebagai guru privat di dekat rumahnya, ia juga sekarang bekerja sebagai salah satu pengasuh gesit dalam sebuah majalah remaja.
Pada suatu ketika Guen mendapat kesulitan untuk membuat suatu artikel yang bernuansa pergaulan di Kampus, karena ia tidak mengetahui dunia pergaulan yang sebenarnya bagi anak remaja, karena selama di jenjang pendidikan ia tak pernah merasakan dunia pergaulan bersama teman-teman maupun dengan kekasih. Hingga pada akhirnya ada masukan dari mitra kerjanya untuk memberikan usul.
“Guen kamu jangan terlampau memikirkan hal ini, aku yakin kok kamu bisa mengatasinya, kamu kan cerdas?.” Ujar teman mitra kerjanya yang berprofesi sebagai pembuatan artikel.
“Tumben kamu baik sama aku, biasanya kalau aku ada kesulitan mana mau kamu bantu aku.” Ujar guen yang heran pada teman mitra kerjanya yang bernama Rico.
“Ya aku enggak sejahat itu kali!!!” jawab Rico pada Guen dengan terbata-bata.
“Jadi gimana dong, aku sama sekali enggak tau tentang dunia pergaulan remaja, enggak mungkin aku buat tanpa riset yang meyakinkan, aku mau nulis apanya??” dengan raut bingung Guen sambil berpikir, dan tiba-tiba.
“Guen, aku punya ide?”
“Ide apa??”
“Kamu perpura-pura menjadi mahasiswa baru saja di suatu Universitas??”
“Gila kamu.”
“Ya kamu masuk di semester satu aja mereka kan belum saling kenal, ya selama sebulan kamu berpura-pura menjadi mahasiswa di sana, setelah satu bulan kamu get out dari kelas itu, gimana??”
“Enggak ada cara lain apa??”
“Ya…ide aku cuma itu!!!”
Guen pun terdiam memikirkan ide dari Rico, karena terasa sulit baginya melakukan hal itu, terlebih lagi melihat penampilannya yang begitu aneh, mana mau orang jadi temannya. Ia pun pusing memikirkan hal itu semalam ia memikirkan jalan keluar untuk memecahkan masalah ini. Dan akhirnya ia berunding dengan Rico dan bu Rita dan dalam hal ini bu Rita menyetujui ide dari Rico tetapi dengan catatan jangan terlalu lama di universitas tersebut, dan akhirnya Guen memikirkan langkah apa untuk mendekati mereka sehingga mau berteman dengan Guen, dan terlebih lagi membuat permasalahan diartikel menjadi dua variebel selain permasalahan didunia pergaulan permasalahan pada kekasih.
Ia mengeluh pada Rico langkah apa supaya teman-teman sekelasnya mau berteman dengan dirinya, karena pengalaman ia selama di jenjang pendidikan ia tak pernah mempunyai banyak teman karena faktor keuangan, penampilan dan gaya keanak kecilan, sehingga ia dikucilkan padahal Guen anak yang cerdas dan pintar. Kemudian Rico memberi masukan untuk mengubah cara penampilannya, namun Guen bingung berubah penampilan yang bagaimana, sehingga ia menceritakan pada Sheril cara mengubah penampilan, dan Sheril pun membantu Guen dalam merubah penampilannya sehingga ia teramat cantik, anggun, dan bukan lagi si jelek berwajah monster, namun berubah menjadi si cantik berparas anggun, sehingga Guen begitu bersemangat dalam melakukan tugasnya, dan Rico pun kaget melihat Guen yang cantik berbinar-binar, rasanya ia tak percaya kalau Guen bakal berubah menjadi cantik seperti ini, dulu ia juga sempat menjauh karena penampilan Guen, karena merasa kasihan akhirnya Rico mencoba untuk menjadi teman Guen dalam mitra kerjanya. Hari itu pertama Guen masuk kelas, Guen merasa sangat senang karena selama ia duduk di kelas itu ia banyak mendapatkan perhatian dari teman-temannya terlebih Guen cantik, baik dan tidak sombong yang menyebabkan mereka senang bergaul dengan guen, di kelas guen menjadi bintang, termasuk salah satu dosen ada yang mengagumi guen karena sikapnya yang rajin dan cerdas dalam memecahkan masalah. Padahal Guen tidak pernah merasakan kenyaman duduk di jenjang pendidikan selama ini, tapi sekarang guen mempunyai banyak teman, selain itu banyak juga lelaki yang mencintainya. Namun tak terlitas dipikirannya untuk mencari pacar selama berstatus mahasiswa, karena guen tahu tugasnya disini untuk membuat suatu artikel yang menarik. Teman-teman sekelas guen tidak ada yang mengetahui identitas guen yang sebagai jurnalis, maka lancar pula guen dalam menjalankan tugasnya, sehingga tidak terasa sudah hampir 1 bulan guen berada dikelas itu, tapi tiba-tiba ada suatu masalah yang menerpa guen ketika di detik-detik terakhir guen untuk keluar dari kampus tersebut, permasalahannya seorang mahasiswa sangat membenci Guen karena dimatanya guen sesosok wanita yang sok cantik, dan over minta perhatian, sehingga ada salah satu temannya yang membuat gosip bahwa guen pacaran dengan seorang dosen, dan pernah jalan berdua dengan mesra, mendengar itu guen terkejut padahal dosen itu sudah dianggap oleh guen kayak kakaknya sendiri.
“Hei, kamu jahat banget seh, bilang dengan semua orang kalau aku pacaran dengan salah satu dosen dikampus ini.” Labrak guen pada temannya yang membuat gossip tersebut.
“emang ia kan, kamu punya hubungan dengan dosen itu?” cetus Lusi yang membenci Guen.
“hei jangan sembarangan ya, aku akan buktikan kalau omongan kamu itu enggak ada benarnya.”
Guen tanpa gregetan dengan perempuan itu, hampir saja guen ingin menampar Lusy, tapi untung Guen bukan tipikal wanita yang suka menjelakkan dirinya sendiri, hingga pada akhirnya guen berusaha mencari kebenaran dan ia menyakinkan pada teman-temannya bahwa ia tidak ada hubungan apa-apa dengan dosen itu.
“teman-teman percayalah padaku, aku tidak ada hubungan apa-apa dengan dosen tersebut, memang aku dekat dengan dosen itu, tapi aku mengagap dosen tersebut kayak kakakku sendiri, kalau kalian tidak percaya kalian boleh bertanya pada dosen tersebut, beliau mengagap aku sama seperti kalian, yaitu mahasiswa.”
Guen berusaha meyakinkan seluruh teman-temannya, dan pada akhirnya guen dipercayai oleh teman-temannya, bahwa itu semua gosip seh Lusy yang memang pada dasarnya bersikap jelek pada semua orang yang tidak dia sukai. Sekarang semuanya sudah jelas dan kembali seperti semula, 2 hari lagi Guen akan meninggalkan kampus tersebut karena tugasnya telah selesai ia lakukan. Dari sini Guen banyak mendapat kenangan terindah yang tak pernah ia dapatkan selama di jenjang pendidikan dan dari sini pula ia banyak disukai oleh laki-laki karena sikapnya yang baik, anggun, sopan dan pemberani.
“Rico, besok terakhir aku masuk dikelas itu, rasanya aku pengen kuliah lagi kayak dulu!!!”
“hei kamu ngaur ya, inget tugas kita da selesai, kamu hanya berpura-pura jadi mahasiswa, dan besok hari terakhir kamu menentukan ending artikelnya.” Rico tanpa cemburu dengan teman-teman Guen di kampus, sebenarnya Rico diam-diam mencintai Guen, tapi Guen tanpaknya tak mencitai Rico, karena itu setiap ada lelaki yang ingin PDKT dengan guen ia siap siaga menjaga guen dari jauh.
Keesokkannya guen menemui bu Rita untuk menunjukkan artikel yang dibuatnya selama sebulan ini, di rungan beliau bu Rita banyak sekali bertanya pada guen tentang pengalamannya di kampus tersebut, setelah itu baru bu Rita menilai hasil artikel guen dan ternyata artikel yang dibuat guen menarik tapi bu Rita berkata
“Guen artikel ini ada sesuatu permasalahan remaja yang tidak kamu buat, yaitu tentang kisah cinta ala remaja saat ini.”
Guen pun gugup untuk menjawab pertanyaan bu Rita karena ia tak tahu harus membuat kisah cinta yang bagaimana.
“eeeee anu bu Guen hanya menceritakan dunia pergaulannya dan kalau soal itu tidak guen gubris lebih jauh.”
“kalau kamu membuat artikel ini dengan semua pernasalahan yang biasa ditemui oleh remaja, pasti akan lebih menarik lagi.”
“jadi bagaimana bu?”
“okey saya terima ini tapi saya belum begitu puas dengan hasil kamu, saya harap selanjutnya bisa kamu pikirkan permasalahan yang lebih menarik lagi.”
“ia bu.”
“kalau begitu saya permisi.”
Guen pun tetap berpenampilan gaya sekarang dan ia lebih senang dengan perubahan ini, secara tidak sadar banyak yang perubahan yang terjadi pada dirinya, ia lebih dihargai orang karena penampilannya yang lebih baik dari sebelumnya, dan banyak yang mau berteman dengan dirinya. Bukan itu saja sekarang ia lebih bersyukur lagi karena telah bekerja sebagai karyawan disalah satu majalah remaja terkemuka. Akhirnya impiannya mengantarkan ia lebih baik lagi dari sebelumnya, bahkan ia sedang merintis suatu novel yang digarapnya dari pengalamannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar