Senin, 28 Juni 2010

TERSAYAT

Nama : Mitra Erchandra
Nim : 200711202



Saat mataku masih bisa melihat
Saat telingaku masih bisa mendengar
Saat lidahku masih bisa mengucap
Saat belaian hangatmu masih bisaku rasakan
Saat bayang wajahmu yang suci selalu menemaniku
Bagiku awan ini tak akan pernah menangis
Bagiku sinar tawa ini tak akan pernah redup

Penggalan puisi ini ku buat saat aku masih berusia 8 tahun, saat hari ibu tapi tak sempat aku selesaikan sampai sekarang, ya hingga aku berusia 21 tahun sekarang. Bagiku puisi ini hanya akan membuka luka lama yang menyayat hati.
“Gabby…!”. Panggil Ariel, kakakku.
Dengan hati bertanya-tanya kuletakkan lemabaran kertas puisi tersebut ke atas meja belajar di kamarku dan segera menuju ruang keluarga menemui kak Ariel.
“Ada apa sih kak, ganggu orang aja!”. Gerutuku seraya menghempaskan tubuh ke sofa. Kak Ariel menyodorkan selembar kertas kepadaku, kuambil juga kertas itu dengan ketidak mengertian.
“Bacalah !”. ujar kak Ariel, wajah kak Ariel serius sekali, kuteliti kertas itu kata demi kata hingga kalimat yang terakhirnya.
“Apa ini kak? Aku tak mengerti?”. Kutatap dalam wajah kak Ariel. Ia mengerutkan dahinya, tampaknya ia tak puas dengan ekspresiku.
“Pikirkanlah, besok aku tanyakan keputusanmu!”. Kak Ariel pergi meninggalkan ku dengan kebimbangan.
Sang mentari tak menampakkan sinarnya lagi, tenggelam bersama senja di upuk barat berganti dengan sang dewi malam. Kepala ku terasa sangat berat dengan ketidak mengertian, sekarang telah larut malam tapi mata ini tetap tak bisa dipejamkan. Haruskah kuturuti apa yang diinginkan kak Ariel? Haruskah kuambil keputusan yang membuat hati ini berontak?. Berjuta pertanyaan menari-nari di rongga kepalaku.
“Bunda..!!”. Ku ucapkan kata itu, tiba-tiba aku merasa ingat kenangan pahit yang selama ini kusimpan telah kembali lagi. Aku tak sadar tiba-tiba air menggalir dari kelopak mataku titik demi titik. Semua orang yang kusayangi pergi dan itu karena aku. Masa depanku tak jelas, itu juga karena kecerobohanku, aku benci diriku sendiri, dan akhirnya aku terkenang dengan suasana yang pahit itu.
Saat itu fajar telah menyongsong, si jago merah mulai berkokoh bersahut-sahutan meramaikan seisi bumi. Sepulang dari pesta ultah Anggie yang ke 17 tahun. Aku memang lebih suka berpesta hura-hura karena itulah aktivitasku yang paling utama, I Love Party, kalau sudah begitu aku pasti lupa segala-galanya. Aku tak akan mendengarkan perkataan orang lain yang penting aku party.
“Gabby dari mana saja kamu? Kami semua cemas apalagi bunda, kamu tau ini sudah jam berapa?, ini sudah jam 02.00 dini hari!”. Tegur kak Mira.
“Apa urusanmu selalu mau tau kemana saja aku pergi”. Jawab Gabby dengan ketus.
“Lihat bunda semalaman tidak tidur karena mencemaskanmu”. Kak Mira kesal.
“Ahhh..bull shit!!!”. Jawabku.
Saat aku benar-benar tak sadar dengan apa yang ku katakan. Aku masih ingat dengan jelas kata-kata terakhirku kepada kak Mira, karena setelah kejadian itu sebuah peristiwa menyakitkan terjadi dan itu semua gara-gara aku. Andai aku tak pergi, maka kak Mira tak perlu mencariku dan kecelakaan itu tak mungkin akan terjadi. Tapi kini kak Mira hanya kenangan bagi kami semua. Setelah peristiwa itu, aku sempat sadar akan segala perbuatan buruk yang selama ini ku lakukan. Namun, setelah sebulan pemakaman kak Mira, aku kembali memasuki dunia gemerlap sekaligus hitam itu. Bahkan, lebih parah dari sebelumnya, karena aku mulai mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Aku begitu ketagihan akan barang jahanam itu. Setiap hari aku menghabiskan uang Rp 200.000 hanya untuk membeli barang haram itu, bayangkan, berapa banyak uang yang ku habiskan, bahkan aku sempat membentak bunda karena tidak mau memberi uang lebih lagi. Hingga akhirnya aku Over Dosis (OD). Saat itu aku dan teman-teman sedang pesta ganja dan semuanya terjadi begitu saja. Aku dilarikan ke RSMH dan awal penderitaanku terjadi lagi. Bunda terserang jantung dan diopname karena mendengar kabar kalau aku Over Dosis, saat itu bunda di temukan tergeletak pingsan di samping telepon.
Dengan susah payah aku berjuang melewati masa-masa kritisku demi mempertahankan hidupku yang hampir direnggut malaikat maut. Usahaku membuahkan hasil, akhirnya aku berhasil melewati masa-masa kritis itu. Setelah beberapa hari dirawat , akhirnya aku diperbolehkan pulang oleh dokter. Berselang satu hari setelah itu , aku menerima kabar mengenai bunda dan bagiku kabar itu adalah kabar yang sangat pahit dan menyakitkan. Langit terasa runtuh di atas kepalaku. Bundaku yang sangat ku sayangi harus pergi meninggalkanku menyusul kak Mira. Rasanya dunia begitu kejam, tapi apalah daya ini semua kesalahanku, aku mengulangi kesalahan yang sama.
“Ohhhh..Tuhan, aku merasa benar-benar sendiri di dunia ini. Ayah yang telah lama pergi menghadapmu, kak Mira dan sekarang bundaku”. Rintihan isak tanggis Gabby dan hanya bergumam di dalam hati.
Bunga tidur membuatku terbayang akan kisahku yang pahit, dan tiba-tiba suara ayam berkokok serta suara adzan yang berkumandang membuatku terbangun dari tidur.
Bergegaslah aku mengambil udhu untuk shalat subuh, dan ku lihat kak Ariel telah mengangkat takbir, selesai shalat aku merenungi semua kesalahan yang kulakukan. “Aku tau semua kesalahanku begitu besar tetapi aku yakin Allah adalah Maha Pengampun, dan semenjak kejadian ini aku ingin merubah hidupku menjadi lebih baik lagi, mungkin selama ini aku tak menghiraukan kehidupan dan masa depanku, tetapi kali ini aku menghiasi kehidupanku dengan cahaya putih nan suci. Kak Ariel aku hanya mempunyai dirimu, hanya engkau yang menjadi tempat sadarku”. Ujar Gabby yang seraya menetes air mata yang tak henti-hentinya.
Kak Ariel sesosok kakak yang sangat bertanggungjawab untuk menjaga keluarganya, semenjak kepergian ayah, kak Ariellah yang menjadi penopang hidup bagi keluarga kami, walaupun kak Ariel hanya seorang PNS kak Ariel mampu membiayai kak Mira hingga selesai kuliah, dan aku tamat SMA, sebenarnya kalau aku tidak mensia-siakan kehidupanku mungkin aku akan segera menyelesaikan pendidikanku S1, tetapi karena kenangan pahit ini kehidupanku menjadi suram.
Sang mentari telah menampakkan senyumnya, kicauan burung menyemarakkan bumi menambah sejuk pagi yang indah ini. Saatnya aku menentukan pilihan yang terbaik buat diriku, yaitu menyetujui apa yang dikehendaki oleh kak Ariel untuk pergi ke manara Prancis melanjutkan kuliahku yang telah pupus di tengah jalan.
Gabby mendekati kak Ariel yang tengah asyik membaca koran di halaman belakang, untuk mengatakan bahwa ia setuju untuk melanjutkan kuliah di sana.
“Pagi kak!!”. Sapa Gabby pada kak Ariel.
“Ohh sudah bangun??”. Ucap kak Ariel yang sedikit mengejek Gabby karena selama ini Gabby selalu bangun kesiagan, tapi itu semua hanya bercanda karena ia telah tau bahwa adiknya kini telah berubah.
“Gabby ingin menjawab tawaran kakak kemarin”. Jawab Gabby.
“Jawabanmu apa?”. Tanya kak Ariel.
“Gabby mau melanjutkan kuliah di Prancis, dan benar-benar berubah”. Ujar Gabby.
“Serius kamu mau??”. Ujar kak Ariel.
“Iya kak dengan ikhlas Gabby mau”. Ucap Gabby.
Mendengar jawaban dari Gabby kak Ariel tampak terlihat senang sekali, tak pernah Gabby melihat kak Ariel terseyum lebar seperti ini. Dan Gabby sangat bahagia sekali karena telah membuat kak Ariel tersenyum.
Setelah membereskan semua barang-barangku, dan kurasa tak ada yang tertinggal, lalu kutatap berkali-kali sekeliling kamarku, terasa berat untuk meninggalkannya, tetapi aku harus berbesar hati menerimanya, lagi pula aku akan kembali ke rumah, ini hanya sementara waktu saja. Akhirnya tibalah aku ke Bandara Sukarno Hatta dengan ditemani kak Ariel, sebelum aku memasuki pesawat aku berpelukkan dengan kakak Ariel hingga meneteskan air mata, betapa sayangnya kak Ariel kepadaku hingga untuk dirinya sendiri pun belum dihiraukan. Dengan semangat dalam hati dengan ada tujuan yang kucapai aku akan bisa melewati hidupku di sana dengan baik seperti yang diharapkan oleh keluargaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar