Karya: Agus Ardiansyah
Debur-debur ombak bergemuruh bergulung bekejar-kejaran menerjang apa yang dilewatinya hingga menghempas tiang-tiang konstruksi bangunan yang berdiri kokoh terbuat dari besi baja berjajar bembentuk pilar-pilar menompang beban berupa bangunan yang didominasi oleh besi-besi raksasa.
Angin berhembus kencang menerobos apa saya yang dapat dilewatinya, bahkan celah-celah fentilasi pun mendesis ketika angin berjejalan memaksa untuk masuk pada ruangan yang udaranya bertekanan lebih rendah.
Dini hari itu matahari masih pulas serta enggan untuk beranjak dari peraduannya, hanya detak jam dinding yang trus bergerak dan jarum yang paling pendek mengarah pada angka satu. Dan waktu seperti ini memang digunkan oleh ke enam penghuni bangunan untuk beristirahat.
Pagi itu memang tidak seperti biasanya, angin berhembus sangat kencang mengarah dengan membabi buta dan membuat ombak berterbangan ke segala penjuru mengikuti arah angin dan menciptakan badai yang sangat dasyat. Badai mulai berguncang, angin bercampur air laut mulai meporak-porandakan bangunan yang berada di lepas pantai itu. Bunyi besi baja yang tercipta dari gesekan antara satu baja dengan baja yang lainnya semakin terdengar kuat.
Tak selang berapa lama sirine berbunyi dibarengi dengan lampu berwarna merah yang terus berputar di atas menara bangunan.
Semua penghuni bangunan yang difungsikan sebagai tempat menambangan minyak bumi yang di tempatkan di laut lepas pantai sebelah utara Indonesia ini berhamburan keluar ruangan tempat mereka beristirahat.
“Keluar, cepat. Keadaan darurat di sektor barat. Pakai semua pengaman dan bawa peralatan” teriak pak Anton dengan keras sambil meletakkan HT di depan mulutnya sembari tangan kanannya menunjuk ke arah barat.
Keadaan di pertambangan minyak lepas pantai ini sudah dalam keadaan mengkhawatirkan. Badai benar-benar membuat tepat itu berubah, air memporakporandakan apa yang ada.
Pak Anton sebagai menanggung jawab bersama sepuluh anggotanya bekerja keras untuk memperbaiki keadaan tempat menambang minyak tersebut. Deburan air, dan hembusan badai serta halilintar terus beriringan melampiaskan amarahnya. Meski keadaan sangat berbahaya, tapi tak menyurutkan nyali para pekerja yang sedang melaksanakan tugas.
“Pak, plat penyangga pipa nomor dua hampir lepas. Jika ini lepas pipa akan bocor dan minyak akan tumpah ke laut. Kita tidak bisa menjangkau untuk melakukan perbaikan karena angin dan air masih sangat kuat menerpa tempat yang mengalami kerusakan pak” kata Jito, salah satu pekerja teladan yang memang sangat di percaya oleh pak Anton dalam berkerja di bidangnya ini.
Pak Anton mengeleng-gelengkan kepala dan melepaskan helm dari kepalanya, terlihat rambut yang kelimis karena minyak rambut yang selalu lengket pada rambut bagian belakang dan di atas telinga, bagian atas kepalanya telah botak mengkilap.
“Pak Anton, karena cuaca yang sangat tidak mendukung, kita harus memperbaiki secara manual. Jika terlambat, plat penyangga akan lepas kemudian pipa akan pecah. Minyak akan mencemari laut dan dampaknya akan sangat fatal bagi kehidupan di laut ini pak, dan juga bagi Negara Indonesia” ujar Sakri menambahkan perkataan Jito kepada pak Anton dengan nada agak meninggi.
Suasana sudah sangat runyam, emosi untuk menghadapi badai saja sudah terkuras, belum lagi untuk memperbaiki bagian-bagian peralatan pengeboran minyak yang rusak. Tapi para pekerja tambang ini tidak pernah mengela napas panjang dan mengeluh. Semua yang di jalani dan dihadapi dianggap resiko dari profesi yang tidak mudah untuk dijalani. Kehidupan yang jauh dari keluarga, tersekat dalam ruang yang monoton, tidak ada hiburan kecuali mereka dapat memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan oleh perusahaan.
Pagi itu jam masih menunjukkan pukul dua, sudah satu jam badai mengamuk, tapi belum juga menunjukkan tanda-tanda badai mereda, kilatan petir dan guntur masih saja menghiasi langit di atas tempat pengeboran minyak lepas pantai itu.
“Jito, ajak tiga temanmu untuk ikut bersamamu, cepat perbaiki bagian yang rusak” perintah pak Anton kepada Jito.
“Teman-teman siapkan peralatan kalian, saya minta tiga orang untuk membantu saya” minta Jito kepada teman-temannya.
Setelah Jito memberikan instruksi kepada teman-temannya, mereka berempat menyusuri rangkaian besi yang membentuk persegi empat dan di dalam kurungan besi yang berbentuk persegi empat itu terdapat pipa besar berdiameter sepuluh meter berisikan minyak mentah yang mengalir ke tempat tank penampungan. Ada bagian plat penyangga pipa di bagian paling ujung pipa yang letakknya mengarah ke laut mengalami kerusakan.
Tak berapa lama para pekerja sampai ke tempat yang mengalami kerusakan dan mulai bekerja, badai terus saja menggangu proses perbaikan itu. Sudah tiga jam proses perbaikan belum juga selesai.
“Pak Jito, besi penyangga sudah tidak kuat lagi pak. Pipa sudah 20 % mengalami kebocoran. Minyak akan mencemari laut” kata Sakri.
“Pertahankan keadaan, upayakan sebelum kebocoran membesar. Ingat dampak dari fenomena yang terjadi jika minyak dalam pipa ini tumpah ke dalam air laut” kata pak Jito memberikan semangat kepa teman-temannya.
Memang benar, sekian banyak laut yang tercemar dan rusaknya ekosistem air laut disebabkan karena bocornya pipa minyak dan tumpahnya minyak dari kapal tenker pengankut minyak. Tidak saja air laut yang tercemar, terumbu karang, ikan dan mahluk hidup yang berada di dalam air laut teramcam kelangsungan hidupnya.
Hal itu lah yang menjadi komitmen para pekerja tambang minyak lepas pantai untuk sangat memperhatikan prosedur yang telah di tetapkan oleh perusahaan minyak terbesar di Indonesia ini agar tidak hanya mengutamakan keuntungan yang diperoleh tetapi harus tetap memperhatikan keselamatan lingkungan dan alam guna kelangsungan kehidupan generasi berikutnya.
“Pak. Pipa sudah selesai diperbaiki. Hanya saja bagian-bagian penyangga pipa belum 100% kembali kuat seperti sebelumnya. Gangguan air dan angin masih menggangu proses pengelasan” kata sakri kepada pak Jito.
Pak Jito tersenyum dan menunjukkan kedua jempolnya.
Badai sudah mereda, hanya sesekali angin yang masih berhembus kencang.
Pagi itu matahari mulai memperlihatkan sinarnya, segumpalan awan coklat masih mengantung tenang. Para pekerja masih saja memeperbaiki komponen yang masih rusak, percikan-percikan las masih gemerlapan sepereti kembang api menghiasi pagi itu setara dengan semangat para pekerja yang masih membara untuk menyelesaikan kewajiban untuk menciptakan suasana yang kondusip di penambangan minyak.
Jam tangan pak Jito sudah menunjukkan pukul tujuh, pekerjaan telah selesai. Plat penyangga yang rusak dan pipa minyak yang sempat bocor telah kembali kuat seperti semula, lautan biru berserta kandungan di dalamnya yang maha kaya akan sumber daya alam dapat terselamatkan. Sangat disayangkan ada sedikit minyak yang sempat jatuh ke permukaan air laut, namun minyak yang mencemari permukaan air laut tersebut dalam proses pembersihan oleh kru yang lainnya.
“Terimakasih rekan-rekan semua, kerja keras kita selesai sebelum hal terburuk terjadi. Sekarang saatnya istirahat, setelah istirahat kita akan mengontrol ulang apa saya kerusakan yang terjadi dan apa masih ada yang harus diperbaiki” kata pak Anton dengan senyum yang tersungging dari bibirnya.
Air laut berombak dengan tenang, berkaca-kaca tersinari oleh mentari yang mulai meninggi dan diiringgi udara yang berhembus sepoi-sepoi. Seolah berusaha melepaskan kelelahan yang dirasakan oleh para pekerja tambang minyak. Mereka melepaskan penat dengan berbaring dalam ruangan ber AC setelah bergelut dengan badai untuk mempertahankan tanggungjawab besar yang dibebankan kepada semua pekerja. Kewajiban telah mereka laksanakan dan saatnya mereka untuk merasakan hasil dari pada jerih payah atas pekerjaaan yang telah diemban dengan penuh disiplin dan rasa solidaritas yang tinggi terhadap lingkungan dan alam sebagaimana telah memberikan energi kehidupan yang tiada ternilai.
SELESAI
Senin, 21 Juni 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar