Minggu, 04 Juli 2010

Cerpen "Retak"

Tanpa ku sadari air mataku menetes dari kedua bola mataku. Saat aku merasakan tak ada lagi ketenganan, kedamaian, dan kasih sayang yang selama ini aku harapkan. Aku hanya bisa menjadi penonton tatkala kedua orang tuaku bertengkar. Aku hanya bisa menangis ketika tangan kekar ayahku mendarat di pipi ibuku. Semua seperti neraka. Rasanya ku ingin tidur dan terus tertidur tanpa harus bangun menyaksikan pertengkaran kedua orang tuaku. Aku sudah lelah terlahir sebagai seorang anak yang hanya bisa menyaksikan drama kehidupan yang perih di keluargaku. Arghh...ingin ku teriak. Hanya keluhan ini yang bisa kulakukan setiap pagi saat matau terbangun dari tidurku.
Di ruang tamu terdengar suara pertengkaran antara kedua orang tuaku.
“Ini sudah jam berapa, mas ? jam segini baru pulang. Kalau seperti ini terus aku sudah tidak tahan lagi”. Suara ibuku menggelegar pada setiap sudut isi rumah.
“Ah...banyak tanya kamu !” sahut ayahku dengan nada emosi.
“Aku ini istrimu, mas. Jadi, aku berhak bertanya tentangmu”.
Plakkk...tangan kekar ayahku mendarat di muka ibuku. Aku terkejut saat ku lihat itu. Ibuku hanya terdiam dan menangis. Ingin rasanya aku teriak di depan mereka tuk meghentikan semua ini, tapi ku tak bisa. Aku hanya bisa menjadi penonton kepahitan yang ada di keluargaku.
“Kita cerai !”, tiba-tiba saja kati itu keluar dari mulut ayahku. Entah setan mana hyang merasukinya hingga ia tega mengatakan kata itu. Ibuku hanya bisa terdiam menatap menatap kosong saat kata itu keuar dari mulut ayahku. Lima belas tahun menjalin rumah tangga tak membuat ayahku sadar. Aku hanya terdiam di sudut kamar. Dadaku terasa sesak. Duniaku tiba-tiba gelap. Ya Tuhan, ku harap semua ini hanya mimpi.
Surat perceraian. Ku saksikan ibuku menandatangani surat perceraian itu. Ternyata benar orang tuaku akan bercerai. Aku hanya terdiam tanpa bisa berbuat apa-apa. Nafasku terasa semakin sesak, letupan-letupan di dadaku serasa semakn keras. Ingin ku akhiri hidup ini. Mengapa ku harus hidup jika harus menyaksikan semua ini.
Entah setan mana yang merasuki diriku. Tiba-tiba ku ambil sebuah silet, lalu ku iriskan pada pergelangan tanganku dan darah pun mengucur deras. Aku pun tak sadarkan diri.
“Mitha.....! Ini ibu, nak. Terdengar sayup-sayup suara ibuku.
“Kamu sudah sadar, nak ? Ini ayah dan ibumu. Kamu sudah dua jam lebih tak sadarkan diri dan sekarang di rumah sakit”.
Aku pun meneteskan air mata saat ku lihat ibu dan ayah di sampingku.
“Kenapa kau lakukan hal bodoh ini, nak ? Ibu dan ayah tidak akan bercerai. Ibu janji”.
Ibuku menangis sambil memeluk diriku. Dadaku pun tak lagi terasa sesak. Letupan-letupan dulu yang selalu ada di hatiku kini tak lagi ada saat ku tahu ayah dan ibuku takkan bercerai. Terimah kasih Tuhan ! Kau telah berikan kesempatan untukku dan kedua orang tuaku..

SELESAI

Karya : Febriani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar