Minggu, 04 Juli 2010

Puisi karya Febriani

PENAT
Karya : Febriani
Ku hanya bisa menghela napas
Melonggarkan sedikit penatku
Ku bingung dengan rasa dan asaku yang tak pernah menyatu
Uhhh...
Seperti ada batu kerikil yang mengganjal sudut terdalam hatiku
Entah rasa apa itu ?
Hanya penat terpaku di sini
Terdiam tak berlari
Ahhh... penat
Selalu menggerogoti relung ketidaktahuanku
Terasa sesak
Setiap kali kepenatan hadir
Di saat ku mulai menapak
Enyahlah kau penat !


TAK PERNAH TAHU
Karya : Febriani
Engkau terdiam
Tapi bukan karena bisu
Bukan karena lemah dan menyerah
Tapi karena ketidakberdayaanmu
Tak bernyawa
Tapi bukan karena mati
Bukan karena berhenti
Tapi karena ketidaktahuanmu
Engkau menangis
Bukan karena sedih
Bukan karena perih
Tapi karena kebodohanmu


Lirih
Karya : Febriani
Aku mencoba membangunkan alam sadarnya,
ketika ia mulai meletakkan logikanya…
Aku mencoba menuntunnya kembali,
ketika ia berjalan dengan menutup mata & telinganya..
Aku tiada berdaya….
Ketika ia tetap melangkah dengan hatinya….
Ketika matanya bersinar cinta….
Ketika hati yang penuh telah terbagi dua..
Aku turut bahagia….
ketika di pangkuan ku
Ia direngkuh Kekasih Hati…
Ku panggil sinar rembulan,
untuk menghangatkan pelukannya..
Ku panggil semilir angin,
untuk menyejukkan kasih sayangnya…
Ku panggil deruan ombak,
sebagai melodi cintanya…
Kini….
Aku terdiam bisu …
kerinduan yang memuncak membuat ia jatuh terluka…
Mata yang dulu begitu indah berkilau cinta,
kini tertutup kabut…
Raga yang begitu hangat kini sedingin salju…
“Mengapa dulu tidak kau dengarkan aku ?…
hanya untaian air mata yang kan kau semai…”
Cinta….,
Sungguh ku tidak mengerti tentang mu…



AKU YA AKU
Karya : Febriani
Ini aku
Aku ya aku
Persetan dengan kau !
Aku ya aku
Bukan sosok yang berdiri di sana
Bukan sosok yang tak bernyawa di sana
Aku ya aku
Berdiri pada jalanku
Berjalan pada arahku
Menatap pada pada kemauanku
Tertawa karena inginku
Menangis pun karena kehendakku
Ini aku
Aku ya aku
Bukan kau, kamu, ataupun dia
Tapi, aku


KOSONG
Karya : Febriani
Mengakak pada kesepian jiwa
Merana pada lentera tak berhias
Hanya tersudut tepian hitam tak berbekas
Kosong
Dangkalnya kehidupan
Yang merasuk pada titik nadir
Pada relung yang tak terikat
Meratap pada kekosongan
Yang tak berarti
Hanya sepi
Menepi
Terus berlari
Kemudian terhenti..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar