Minggu, 04 Juli 2010

Cerpen "Tukang Becak"

Teguh, itulah nama kecil yang diberikan kepadanya ketika kecil. Dia terlahir di pinggiran kota. Dia hidup tak terpelihara langsung oleh kedua orang tuanya karena telah meninggal sejak ia masih kecil. Sejak kecil dia tidak pernah tinggal diam di suatu tempat. Ia berkeliling menjual pempek yang dititipkan kepadanya. Ia menjalankan hidupnya dengan penuh kesabaran dan kesederhanaan pernah suatu kali uang hasil menjual pempeknya diambil oleh anak-anak nakal, tapi Teguh tetap tabah dan sabar. Sebagai seorang tamatan Sekolah Menengah Pertama biasa tak banyak yang bisa ia lakukan. Melamar pekerjaan di sana sini, tetapi tak ada satu pun yang menerimanya. Hingga akhirnya ia memilih menjadi tukang becak. Itu pun becak sewaan yang disewanya pada juragan becak yang setiap harinya harus ia bayar setoran sebesar tujuh ribu rupiah. Dengan penuh kesabaran, ia tetap mengais rejeki dengan menarik becak sewaan itu. Kurang lebih satu tahun setengah ia menjadi tukang becak demi memenuhi kebutuhannya.
“Kau tak bosan menjadi tukang becak, Teguh?” ujar Mamat yang membangunkan lamunan Teguh.
“Ah,Mat..seperti kau tak bosan saja.. Memangnya kita bisa apa? Tamat SMA saja tidak”. Jawab Teguh.
“Setidaknya kau tidak seperti aku. Kau masih bisa mencari pekerjaan lain selain becak. Bukannya kau waktu itu pernah menang lomba drama bersama teman-temanmu, kenapa kau tak mencoba menjadi artis sinetron saja?” Ujar Mamat sambil tertawa.
“Ngejek kau ya ?” jawab Teguh dengan nada yang agak sedikit kesal.
“Bukannya begitu..siapa tahu kau bisa menjadi artis. Kan aku juga bisa ikut tenar”.
“Gila kau, Mat !” Teguh berdiri kemudian mengayuh becaknya untuk mencari penumpang yang akan memakai jasanya.
Sampai pada suatu hari dia ditawari oleh Mail untuk mengikuti sanggar tari dan peran yang dimilikinya. Mail mempunyai sanggar tari dan peran yang sering dipakai pada acara-acara pernikahan.
“Teguh, kalau tidak salah kau dan teman-temanmu waktu itu pernah memenangkan lomba peran drama pada tahun lalu. Kenapa kau tak ikut sanggar ku saja?”. Ujar Mail
Teguh hanya mengangguk tak bersuara. Sepertinya dia agak sedikit bingung dengan maksud dari Mail.
“Ya, daripada kau menarik becak setiap hari dengan hasil yang tidak seberapa lebih baik kau ikut saja sanggarku. Setidak-tidaknya masih ada oranh yang memakai sanggarku untuk acara pernikahannya”. Mail mencoba membujuk Teguh.
Awalnya, dia ragu. Dia ragu akan dirinya sebagai tukang becak apa bisa mempunyai kemampuan untuk bermain peran di sanggar Mail, tetapi akhirnya dia mencoba untuk mengikuti tawaran Mail.
Selama satu tahun Teguh merasa nyaman mengikuti sanggar tersebut hingga semakin hari kemampuannya di bidang peran semakin bertambah dan dia meninggalkan becaknya.

SELESAI

Karya : Febriani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar